Selasa, 28 September 2010

JANGAN JADIKAN AIR ITU BERHENTI..!!!!!

JANGAN JADIKAN AIR ITU BERHENTI..!!!!!

oleh Oesman Elhaffizh pada 01 Agustus 2010 jam 1:29


Kalau hal itu kita ibaratkan sebagai air yang mempunyai potensi besar untuk menerjang apa saja, maka debur aliran air itu tiada pernah berhenti. Kalau Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 195 itu kita hubungkan dengan pengibaratan air ini, kita bisa katakan bahwa justru kalau air itu berhenti, dan tidak lagi mengalir, maka air itu akan menjadi rusak, kotor, sarang nyamuk, dan bau serta berubah warnanya. Begitu juga dengan potensi jihad yang ada pada kita. Bila potensi jihad itu kita berhentikan, baik jihad da’awi, jihad ta’limi, jihad irsyadi, jihad tarbawi, jihad bina-i (jihad membina), jihad qitali dan jihad-jihad lainnya, maka potensi itupun akan bernasib sama dengan air itu. Karenanya wajar bila Allah swt memperingatkan para sahabat akan datangnya tahlukah kepada mereka bila mereka meninggalkan jihad, dan menyibukkan diri dengan urusan pertanian dan perkebunan.
Perang Ahzab atau perang Khandaq adalah pertempuran yang sangat melelahkan. Memang pertempuran dalam arti saling bunuh membunuh dalam jarak dekat tidak banyak terjadi. Namun, 10000 pasukan multinasional yang mengepung Madinah telah membuat kaum muslimin tidak sempat melakukan shalat Zhuhur, Ashar, dan Maghrib secara ‘normal’. Bahkan hanya sekedar kencing saja juga tidak sempat.
Selesai perang yang sangat melelahkan secara phisik dan psikis ini, Rasulullah saw hendak beristirahat barang sejenak. Karenanya, beliau sarungkan dan gantungkan pedang dan senjata beliau. Namun Allah swt tidak menginginkan beliau dan kaum muslimin beristirahat. Karenanya, Allah utus malaikat Jibril as kepada Rasulullah saw. Sambil tetap berada di atas bighal, malaikat Jibril as berkata: “Sepertinya engkau sudah meletakkan senjatamu, wahai Rasulullah saw? Sesungguhnya para malaikat belum meletakkan senjata mereka ....” (Tahdzib Sirah Ibnu Hisyam). Riwayat ini menggambarkan kepada kita agar kita tidak berhenti dari berjihad.
Pada suatu hari, ada beberapa orang Anshar sedang berkumpul-kumpul. Mereka saling berkata diantara mereka: “Sekarang Islam telah jaya, telah eksis, dan telah kokoh. Sebaiknya kita kembali ke ladang-ladang kita, kebun-kebun kita, kita urus lagi harta kekayaan kita yang selama ini terbengkalai dan kita garap lagi lahan-lahan itu dengan serius, lahan yang selama ini telah kita tinggalkan dalam rangka berjihad fi sabilillah, dan hasilnya toh kita infaqkan fii sabilillah juga, sementara jihad di medan laga biar ditangani oleh saudara-saudara kita lainnya”. Maka Allah swt menurunkan : “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS Al Baqarah: 195). Riwayat yang satu ini menggambarkan kepada kita bahwa kehancuran atau kebinasaan (istilah Al Qur’annya ‘tahlukah’) adalah karena meninggalkan jihad.
Kalau dua riwayat ini kita hubungkan dengan sirah Rasulullah saw lainnya, kita akan temukan angka-angka berikut :
§ Peperangan yang dipimpin oleh Rasulullah saw secara langsung (ghozwah) ada 26 ghozwah.
§ Peperangan yang tidak dipimpin oleh Rasulullah saw secara langsung (sariyyah) ada 38
sariyyah.
Maka kita akan dapat menarik satu kesimpulan bahwa manuver Rasulullah saw dan para sahabatnya itu tiada henti dan tanpa putus. Bagaimana tidak, waktu yang kurang lebih sepuluh tahun itu terisi oleh peperangan 64 kali peperangan. Sungguh, sebuah manuver yang menggambarkan betapa Rasulullah saw dan para sahabatnya senantiasa menumpahkan segala potensi dan kemampuan yang dimilikinya secara maksimal dan tiada henti, sehingga tidak ada waktu lagi untuk bersitirahat dan meng-andai-andaikan hal-hal yang sifatnya duniawi.
Kalau hal itu kita ibaratkan sebagai air yang mempunyai potensi besar untuk menerjang apa saja, maka debur aliran air itu tiada pernah berhenti. Kalau Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 195 itu kita hubungkan dengan pengibaratan air ini, kita bisa katakan bahwa justru kalau air itu berhenti, dan tidak lagi mengalir, maka air itu akan menjadi rusak, kotor, sarang nyamuk, dan bau serta berubah warnanya. Begitu juga dengan potensi jihad yang ada pada kita. Bila potensi jihad itu kita berhentikan, baik jihad da’awi, jihad ta’limi, jihad irsyadi, jihad tarbawi, jihad bina-i (jihad membina), jihad qitali dan jihad-jihad lainnya, maka potensi itupun akan bernasib sama dengan air itu. Karenanya wajar bila Allah swt memperingatkan para sahabat akan datangnya tahlukah kepada mereka bila mereka meninggalkan jihad, dan menyibukkan diri dengan urusan pertanian dan perkebunan.
Firman Allah swt diatas dipertegas juga oleh hadits Rasulullah saw yang menyatakan : “Jika kalian telah berjual beli secara ‘inah (rekayasa dan akal-akalan dalam praktek riba), kalian telah mengambil ekor sapi dan puas (asyik) dengan pertanian serta meninggalkan jihad, niscaya Allah swt akan menjadikan kehinaan menguasai kalian yang tidak akan dicabut sehingga kalian kembali kepada agama kalian.” (HR Abu Daud dan Ahmad, dan DR. Nashirud-Din Al Albani menilainya hasan).
Berkenaan dengan hal ini simaklah apa yang dikatakan oleh Sayyid Qutub dalam salah satu bukunya :
Yang demikian ini karena, hakikat iman tidak akan sempurna dalam hati, melainkan setelah :
1. Bermujahadah dalam menghadapi orang banyak dalam urusan iman ini
a. Mujahadah dengan hati; bentuknya: membenci kebatilan mereka, jahiliyyah mereka dan bertekad memindahkan mereka dari kebatilan dan jahiliyyah itu kepada kebenaran dan Islam.
b. Mujahadah dengan lisan; bentuknya:
- Tabligh.dan bayan (penerangan).
- Menolak kebatilan mereka yang merupakan kepalsuan itu.
- Menegaskan kebenaran yang dibawa Islam.
c. Dan mujahadah dengan tangan atau fisik; bentuknya: menolak dan menyingkirkan mereka-mereka yang melakukan penghadangan terhadap jalan hidayah dengan mempergunakan kekuatan yang melampaui batas dan penghancuran yang curang.
<!--[2. Merasakan melalui mujahadah-nya itu:
a. Ujian (ibtila’ atau tribulasi) dan rasa sakit.
b. Bersabar atas ibtila’ dan rasa sakit itu.
c. Bersabar atas kekalahan, dan
d. Bersabar atas kemenangan, karena, bersabar atas kemenangan lebih berat (sulit) dari pada bersabar atas kekalahan. Kemudian ?
<!--[1. Tetap tsabat (tegar) dan tidak ragu-ragu, istiqamah dan tidak menolah-noleh dan terus maju dalam meniti jalan iman dengan terus menanjak dan tidak tersesat.
Hakikat iman tidak sempurna dalam hati sehingga menghadapkannya untuk mujahadah menghadapi orang banyak dalam urusan iman ini. Sebab, saat ia mujahadah menghadapi orang banyak itu sesungguhnya:
• Ia sendiri sedang bermujahadah melawan dirinya sendiri.
• Akan terbuka baginya wawasan dan pemandangan keimanan yang tidak pernah terbuka baginya selamanya bila ia hanya duduk (diam) dengan aman dan tenang.
• Akan jelas baginya hakekat-hakekat tentang manusia dan kehidupan yang belum pernah manjadi jelas baginya selamanya tanpa adanya wasilah (sarana) ini.
• Ia sendiri -dengan jiwanya, segala perasaannya, persepsi-persepsinya, kebiasaannya,tabiatnya, emosinya dan responnya- akan sampai pada sesuatu yang tidak mungkin sampai kepadanya tanpa pengalaman berat dan sulit ini.
Inilah sebagian dari yang diisyaratkan firman swt: “Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian manusia dengan sebagaian yang lain, pasti rusaklah bumi ini.” (QS Al Baqarah: 251). Dan kerusakan yang pertama kali terjadi adalah kerusakan jiwa manusia (nafsul insan), kerusakan yang terjadi karena rukud (diam, tidak bergerak, atau istilahnya berharakah, tidak mengalir), rukud yang menyebabkan:
a. ruhnya membusuk akibat adanya stagnasi
b. Himmah (semangat)-nya istirkha’ (mengendor, lembek, loyo, tidak kenceng).
c. Nafs (jiwa)-nya rusak dikarenakan adanya rakha’ (bergelimangnya harta dunia) dan tharawah (tidak teruji dan terlatihnya jiwa itu dengan hal-hal yang berat).
Yang pada akhirnya seluruh kehidupanpun menjadi rusak gara-gara rukud tadi. Atau karena hanya bergerak pada bidang syahwat saja, sebagaimana yang terjadi pada bangsa-bangsa yang mendapatkan cobaan dalam bentuk kemewahan hidup. (Lihat : Hadzad-diin, Sayyid Qutub, hal: 12 - 13)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Oes Hifdzer

Oes Hifdzer

penamatan haffizh 2010